Minggu, 16 Mei 2010

SRI : MODAL BERTANYA BURU KORUPTOR


PAK WALI

TEPAT di batas akhir pelaporan SPT tahunan pribadi, 31 Maret 2010, Gayus Tambunan pegawai pajak 'dijemput' oleh petinggi Polri dan di bawa pulang ke Indonesia.

Laporan langsung media televisi yang mengikuti proses pencarian Gayus di Singapura menyebutkan ada beberapa tim yang telah mendeteksi keberadaan sosok muda di bagian keberatan pembayaran pajak.

Komjen Ito Sumardi, Deny Indrayana (Sekretaris Satgas Anti Mafia Hukum) dikabarkan bertemu langsung dengan Gayus meski ada keterangan berbeda seperti di tulis Vivanews (31/3)

Markas Besar Polri menegaskan, dengan buronan Gayus Halomoan Tambunan dilakukan setelah berkordinasi dengan Kepolisian Singapura. Menurut Edward Aritonang, koordinasi itu dilakukan karena Gayus berada di Singapura. Dimana polri tidak memiliki perjanjian ekstradisi Kepolisian Singapura.

Setelah berkordinasi dengan polisi Singapura, Polri pun segera melakukan upaya untuk bertemu dengan Gayus. "Kemudian melakukan upaya untuk bisa bertemu, melakukan pendekatan himbauan kepada beliau agar bersedia untuk kembali," kata dia.

Denny Indrayana memberikan keterangan berbeda terkait pertemuan dengan Gayus Tambunan ini. Sebelumnya Denny mengatakan pertemuan dengan Gayus itu terjadi secara tidak sengaja.

Pertemuan dengan Gayus, kata Denny, terjadi di sebuah rumah makan ketika akan makan malam. Tim Satgas rencananya akan makan malam di Asian Food Mall, Lucky Plaza, Orchard Road.

"Secara kebetulan bertemu dengan Gayus Tambunan. Pria itu kebetulan juga sedang membeli makan malam. Tim Satgas langsung menghubungi Kabareskrim melalui telepon untuk memberitahukan keberadaan dan pertemuan dengan Gayus," kata Denny dalam surat elektronik yang dikirimnya.

Meski ada perbedaan, yang pasti Polri berhasil membujuk Gayus untuk kembali ke Indonesia. Gayus dan keluarganya menginap di Hotel Mandarin Orchard Road Singapura. Selain Gayus, polisi juga mengamankan istri Gayus, Milana Anggraeini dan tiga anaknya.

*******

Jadi ingat 'janji' aparat penegak hukum soal koruptor yang banyak bersembunyi di Singapura. Rasanya masih tepat jadi modal bertanya memburu koruptor. Wajar jika kemudian muncul pertanyaan kalau Gayus bisa, mengapa yang lain tak diajak balik sekalian untuk diproses kasusnya.

Berikut ini beberapa nama yang masih jadi pekerjaan rumah aparat. Soal jumlah duitnya, tentu lebih besar dari nilai yang dikorupsi Gayus.

Selasa, 08/05/2007 12:24 WIB
Hendarman: Ada 15 Koruptor di Singapura
Rafiqa Qurrata A - detikNews

Jakarta - Jaksa Agung baru Hendarman Supandji menyebutkan ada 15 koruptor yang saat ini bersembunyi di Singapura. Dia berjanji akan memulangkan para koruptor itu berikut dengan asetnya sebagai implementasi dari perjanjian ekstradisi dengan Singapura. "Ada 15 orang. Mereka siap kita ekstradisi," kata Hendarman di Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin, Jakarta, Selasa (8/5/2007).

Namun sayangnya Hendarman tak mau menyebut siapa nama-nama koruptor yang akan dipulangkan ke Indonesia itu. Hingga sekarang, sebenarnya tidak ada data pasti berapa koruptor Indonesia yang bersembunyi di Singapura. Namun, pada akhir 2005 lalu, Jaksa Agung lama Abdul Rahman Saleh pernah menyatakan ada 12 koruptor Indonesia yang bersembunyi di Singapura.

Jika Arman -- sebutan Abdul Rahman Saleh -- menyebut ada 12 koruptor, ICW malah menyebut ada 17 buron koruptor yang diduga berada di negeri Singa itu. 17 Buron koruptor yang diduga masih berada di Singapura berdasarkan data ICW adalah:

1. Sjamsul Nursalim, kasus BDNI, kerugian negara Rp 6,9 triliun dan US$ 96,7 juta.
2. Bambang Sutrisno, kasus Bank Surya, kerugian negara Rp 1,5 triliun.
3. Adrian Kiki Irawan, kasus Bank Surya, kerugian negara Rp 1,5 triliun.
4. David Nusa Wijaya, kasus Bank Sertivia, kerugian negara Rp 1,26 triliun.
5. Samadikun Hartono, kasus Bank Modern, kerugian negara Rp 169 miliar.
6. Agus Anwar, kasus Bank Pelita, kerugian negara Rp 1,9 triliun.
7. Irawan Salim, kasus Bank Global, kerugian negara US$ 500 ribu.
8. Sudjiono Timan, kasus BPUI, kerugian negara US$ 126 juta.
9-13. Mantan Direktur dan Komisaris PT MBG , yaitu SH, HH, TS, GS, dan TWJ dalam kasus BPPN, kerugian negara Rp 60 miliar.
14. Hartono Tjahjadjaja, kasus BRI Senen, kerugian negara Rp 180 miliar.
15. Nader Taher, kasus Bank Mandiri, kerugian negara Rp 24,8 miliar.
16. Maria Pauline Lumowa, kasus BNI, kerugian negara Rp 1,9 triliun.
17. Atang Latief, kasus Bank Bira, kerugian negara Rp 155 miliar.

[Catatan Pak Wali]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar