Minggu, 16 Mei 2010

BINTANGNYA PAK JAKSA


Kantor Kejaksaan itu kantornya para penjahat...

disana bamyak maling..
disana banyak pemeras..
disana banyak perampok..
disana banyak tukang copet..
disana banyak tukang todong..
disana banyak pencuri..
disana banyak koruptor..

Modus Konvensional (ketinggalan zaman/ tapi masih sangat sering dipakai):

mereka yang disangka melakukan kejahatan, ditekan agar memberi setoran

untuk kasus dimana jaksa langsung sebagai penyidik sejak awal, jika tidak setor uang, maka diancam kasus akan diteruskan (meski mungkin kasus tidak layak untuk diteruskan ke sidang pengadilan). jika cocok setoran bisa saja kasus dihentikan ditengah jalan dengan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Atau jika memang kasus layak diteruskan dan sudah jadi sorotan, maka pengaturan adalah lewat pengaturan penuntutan, jika setor, bisa saja penuntutan diarahkan pada tuntutan minimal, sehingga hukuman akan minimal. Atau yang sering jaksa menggunakan tuntutan yang ngambang/tidak jelas, karena memakai pasal hukum yang salah, sehingga yang dituntut bisa bebas.

Untuk kasus dimana jaksa hanya sebagai penyidik lanjutan (dalam hal ini jika peran jaksa adalah menerima berkas pemeriksaan dari polisi, dimana jika tidak meneruskan akan menimbulkan pertanyaan dari polisi) jika tidak setor uang akan dituntut maximal, jika setor uang bisa diatur akan dituntut minimal. Bahkan jika memungkinkan, jika setorannya cocok, bisa saja terbit Surat penghentian penyidikan dengan alasan bukti kurang, atau terus menerus mengembalikan berkas pemeriksaan kepada polisi, dengan alasan itu. Sehingga lama2 kasus masuk peti es. Aatau seperti modus diatas.

pada prinsipnya pada pola yang konvensional ini kebanyakan memang berhadapan dengan orang yang bermasalah/ diduga bersalah. Yang terjadi adalah pemerasan.
Salah satu contoh kasus dalam pola ini adalah kasus BLBI, yang melibatkan Ayin dsb, juga narkoba dsb.


Modus yang Mutakhir (sering tidak muncul ke permukaan, tapi sudah jadi kebiasaan):

Ini korbannya belum tentu orang yang bisa dianggap bersalah. andapun suatu saat mungkin akan pernah mengalaminya. .

Dalam proses pembangunan disegala bidang, baik proses pembangunan fisik, maupun pengadaan barang dan jasa
para jaksa akan mempelototi- nya dengan alasan untuk memberantas korupsi.
Ini sungguh bagus, tapi dalam prakteknya dengan kewenangannya, malah mendorong terjadinya tindak pidana korupsi.

Sebaik apapun pelaksana pembangunan, dan bahkan meskipun mungkin tidak ada tindak pidana korupsi didalam proses itu, akan tetap dicari kesalahan atau minimal direpotkan dengan pemanggilan terus menerus oleh jaksa.

Apa yang dilakukan para jaksa?
mereka akan selalu memanggil pelaksana pembangunan ataupun pelaksana pengadaan barang dan jasa.. meskipun mereka tidak memiliki bukti awal/ tidak memiliki alasan untuk memanggil.
jadi instansi pemerintah mereka panggil
pemborong atau suplier mereka panggil untuk diperiksa...
ini pada semua moment pembangunan. ...

jadi dalam setiap ada pembangunan atau pengadaan barang dan jasa, jika para jaksa mendengar, maka mereka akan memanggil dan memeriksa, meskipun para jaksa itu sama sekali tidak memiliki bukti awal selembar kertas-pun.. .
Bukti baru akan mereka dapatkan setelah instansi atau pelaksana pekerjaan itu disuruh menghadap untuk diperiksa dan harus membawa berkas pekerjaan secara keseluruhan. .
jadi secara tidak langsung dalam setiap pekerjaan, instansi pemerintah dan pemborong maupun suplier harus lapor pada kejaksaan...

apa alasan para jaksa memanggil???
biasanya dalam pemanggilan itu mereka selalu mencantumkan harap menghadap pemeriksa di kantor kejaksaan, karena dugaan korupsi pada pelaksanaan pekerjaan tertentu... dan diharuskan membawa seluruh berkas pekerjaan tersebut
ketika yang diperiksa bertanya, ada data apa pak, kok kami dipanggil untuk diperiksa,
jaksa selalu menjawab.... ada deh, atau ada laporan masyarakat,
ternyata sudah menjadi rahasia umum:
1. bahwa laporan masyarakat, seringkali hanya jadi alasan, karena sering tidak otentik dan sering tanpa data, yang penting ada laporan bahwa dalam pembangunan atau pengadaan barang dan jasa disuatu tempat diduga bermasalah.
2. seringkali laporan itu hanya singkat seperti tersebut diatas berasal dari LSM atau lembaga tertentu, yang setelah dirunut ternyata berasal dari LSM bentukan atau rekan baik (anak buah) jaksa yang bertugas mencari info dimana ada proyek pembangunan dan pengadaan barang/jasa. jika jaksa tidak mendapat bagian fee atau setoran dari proyek tersebut, maka LSM tersebut digerakkan untuk mengadukan.
3. Juga laporan seringkali dilakukan LSM yang digerakkan atau bentukan itu, jika ada pemborong atau suplier yang merupakan rekan baik (anak buah) jaksa itu tidak mendapat pekerjaan dari instansi tertentu. Karena rekanan baiknya tidak mendapat pekerjaan atau kalah bersaing, maka jaksa tidak mendapat setoran.

Setelah dipanggil, biasanya yang diperiksa selalu diminta data secara lengkap, karena memang para jaksa sebelumnya tidak punya data sama sekali.
Datanya hanya secarik kertas yang berisi pengaduan dari LSM bentukan mereka sendiri atau yang dibentuk oleh pengusaha yang merupakan teman dekat para jaksa, tapi kalah bersaing sehingga tidak mendapat pekerjaan pembangunan atau pengadaan barang/jasa.

Setelah itu barulah dipelototi data itu dan terus menerus melakukan pemanggilan untuk diperiksa,
ini sudah merupakan teror tersendiri,
akhirnya meski proses sudah benar, tidak ada kerugian negara dsb.. jika tidak setor pada jaksa ya akan tetap dipanggil, kesalahan administrasi atau salah ketik bisa jadi masalah dan bisa dikategorikan atau dituduh ada tindak pidana didalamnya.
Bahkan meskipun sudah diperiksa beberapa kali meski administrasi dan sebagainya sudah benar dan tidak ada kerugian negara... tetap akan dipanggil... sampai yang bersangkutan setor uang... kalau tidak, maka sering terjadi pejabat tertentu dipanggil untuk masalah A, ternyata kemudian diperiksa untuk masalah yang lain.

Saking lucunya...
sebuah proyek kecil misalnya dibawah 200juta, yang seharusnya dipanggil oleh pemeriksa tingkat kabupaten (kejaksaan negeri),
Tapi jika itu dipandang oleh oknum di kejaksaan tinggi (tingkat propinsi), bahwa itu merupakan rejekinya, maka kasus kecil akan dipanggil oleh kejaksaan tinggi.
sekalian teror, karena orang yang diperiksa harus jauh2 datang kekantor kejaksaan tinggi yang letaknya mungkin puluhan kilometer bahkan ratusan kilometer, dari tempat tinggal atau kantor instansi yang bersangkutan.


Apa akibat dari semua ini???

1. menurut berita media massa, bamyak anggaran pembangunan yang tidak terserap atau tidak digunakan untuk melakukan pembangunan.
hal ini terjadi karena adanya ketakutan melaksanakan pembangunan.
Bahkan di beberapa daerah, ada anggaran pembangunan yang terserap yang dipakai hanya dibawah 20%, artinya pembangunan mandeg...
uang kembali pada kas negara atau kas daerah.. dan tidak dipakai untuk membangun..
maka jangan heran... sekarang ini... banyak jalan rusak, sarana umum dsb.
karena jika anda tidak korupsi, maka anda tidak bisa kasih setoran pada jaksa, jika tidak kasih setoran pada jaksa, maka anda akan direpotkan sebagai sasaran tembak jaksa.
anda tidak korupsi dan bisa kasih setoran pada jaksa, maka anda akan kerja bakti.
anda korupsi agar bisa kasih setoran pada jaksa, ya tetap belum tentu selamat, karena dengan itu anda sudah punya celah untuk dituntut dan dijatuhi hukuman, karena pikiran masing2 jaksa berbeda... kalau yang baik, anda punya untung 50 juta dia akan minta 10 juta. tapi banyak juga jaksa yang tau anda hanya untung 50juta tapi dia minta 200juta dengan ancaman jika tidak memenuhi kasus jalan terus.
repot kan...
akhirnya fenomena yang ada adalah...ekonomi macet....
pembangunan macet...
banyak pegawai instansi sekarang menghindar jika ditunjuk untuk melaksanakan proyek
akhirnya ... banyak rencana pembangunan terbengkelai. .. dan dana pembangunan yang sudah dipersiapkan tidak terserap/tidak dipakai
Maka sekarang muncul fenomena baru... banyak dana APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) tidak terserap, malah ada yang ditaruh di Bank Indonesia...
Tapi buat kita2 ini... yang jelas adalah merasakan jalan yang rusak yang tidak kunjung diperbaiki, fasilitas dan pelayanan umum tidak maximal dsb...

2. Para pejabat instansi pemerintah dan pemborong atau suplier , sebelum melaksanakan pekerjaan tertentu selalu konsultasi dengan kejaksaan... intinya ya biar selamat.
Dalam banyak kasus dengan konsultasi itu, instansi ditekan agar memakai pemborong atau suplier tertentu... atau ada kesepakatan dalam proyek itu jaksa mendapat setoran berapa dari pemborong/ suplier/ instansi pemerintah.. .
akibatnya... karena kantor jaksa minta setoran... mau tidak mau ya akan terjadi korupsi...
akibatnya pembangunan tidak maksimal...
maka bisa dilihat... ada jalan baru dibangun sudah rusak lagi... dsb

3. Akhirnya bisa kita lihat.... hampir tiap hari dimedia massa... betapa instansi pemerintah tidak ngurusi pelayanan publik, karena direpotkan dipangill oleh kejaksaan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar